Rabu, 26 Agustus 2009

Pawai Budaya Nusantara – Kontingen Bali dan Solo Batik Carnival Tampil Memukau

Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya, hampir setiap provinsi di Indonesia memiliki budaya dan adat istiadat yang menarik untuk dipertontonkan. Dengan semangat untuk mempertontonkan keanekaragaman budaya itulah pada tanggal 18 Agustus 2009 diadakan Parade Budaya Nusantara dalam rangka memperingati HUT ke-64 RI.

Jero Wacik selaku menteri Kebudayaan dan Pariwisata dalam sambutannya menyatakan “Kita patut berbangga dan berbesar hati, bahwa budaya bangsa Indonesia tidak lapuk oleh rentang perjalanan waktu dan riuhnya akulturasi budaya, yang kadang kala membentuk budaya baru sekaligus menyingkirkan budaya-budaya tradisi…”

Pawai Budaya Nusantara mengambil tema “Indonesia Kreatif Menuju Bangsa Mandiri” diikuti oleh kurang lebih 2.800 orang perwakilan dari 33 provinsi di Indonesia ini dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan menabuh Tifa.

Pawai diawali oleh Garuda Mahardika, dibagi kedalam 3 kelompok, masing-masing kelompok memiliki tema tersendiri. Kelompok pertama bertema “Kebebasan” menampilkan materi kesenian yang bertemakan semangat untuk terlepas dari penjajahan, melalui visualisasi tokoh-tokoh perjuangan atau mitos, diikuti oleh 11 Provinsi diawali oleh Banten dan diakhiri oleh Sulawesi Tenggara. Karena tema yang diangkat tentang perjuangan membuat kelompok pertama ini terasa membosankan. Di kelompok ini Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki nilai lebih dibandingkan dengan Provinsi lain.

Kelompok kedua mengambil tema kreativitas menampilkan prosesi karya seni budaya yang bersumber dari kreativitas lokal yang bernilai budaya dan ekonomi. Diawali dengan Kidung Saraswati yang manaiki angsa di kelilingi oleh gadis-gadis cantik. Dewi Saraswati yang diperankan oleh Nadine Chadrawinata mantan Putri Indonesia memikat semua yang menonton. Dalam kecantikan yang lembut, sang puteri menebar aura keindahan negeri. Ia menari di atas angsa dan teratai jingga katulistiwa. Dewi keindahan akan terus menyanyi, Dewi keindahan akan terus menari, Saraswati akan terus menggores negeri ini dengan keindahan abadi. Dibelakang Saraswati, Provinsi Jawa Timur yang menampilkan Pesona Maduwangi (Madura dan Banyuwangi) tampil memukau dengan musik Patrol yang dipadu dengan gandrung Banyuwangi dan angklung caruk mewarnai dinamika peleburan menjadi perpaduan kreatif yang manis. Di kelompok ini hampir semua tampil memikat. Pawai kelompok kedua diikuti oleh 12 Provinsi diakhiri Siwali Parri dari Sulawesi Barat.

Kelompok ketiga mengambil tema Kemandirian, menampilkan kesenian komunitas dengan kemandirian dan kearifan lokal berupa bentuk-bentuk tradisi yang terjaga kuat oleh komunitasnya. Diawali oleh Bima Menjiwa, Bima mengejawantah pada pribadi-probadi teguh pemimpin negeri ini. Dengan sikapnya yang jujur, lugas, dan tegas, ia berikan janji atas kemandirian masa kini dan masa mendatang. Kemudian Provinsi Papua Barat yang menampilkan Rii Ayasikena (Burung Cendrawasih) diikuti Jambi, Sulawesi Utara menampilkan manusia-manusia kate (cebol) yang lucu dengan pakaian anehnya, Papua dan yang paling ditunggu Parade Barong dari Bali. Bali yang sudah terbiasa dengan pawai melalui “Kuta Bali Carnival” tampil paling siap di kelompok ini, dengan pakaian khas hitam putih kotak-kotak dan warna warni pakaian mencolok kuning merah menambah semaraknya tampilan mereka. Apalagi kendaraan-kendaraan hias yang bernuansi Bali menambah kekaguman orang yang melihatnya. Jawa Tengah, Provinsi dimana saya dilahirkan tampil apa adanya ga ada gregetnya dengan koreografi yang juga apa adanya membuat kecewa dan kebanggaan akan provinsi ini hilang. Duh, pada kemana tuh seniman-seniman Jawa Tengah.

Tapi kekecewaan terhadap peserta pawai Jawa tengah menjadi hilang begitu melihat peserta pawai dari pemerintah kota Surakarta yang menampilkan Solo Batik Carnival yang mendapat sambutan paling meriah. Sesuai dengan namanya, karnaval ini memang mengusung batik sebagai tema utama. Di tangan desain muda yang progresif, batik telah mengalami metamorphosa yang menakjubkan. Batik yang selama ini dicitrakan elegan, formal dan kaku, hari itu benar-benar mengalami perubahan drastis. Semua peserta tampil secara seronok. Warna-warna batik yang cenderung kalem, dikombinasikan dengan warna-warna yang cerah seperti merah, kuning dan hijau. Selain itu, peserta karnaval juga mengenakan aksesoris dan dandanan yang sangat mencolok entah itu pada baju, maupun pada tutup kepala. Hari itu kebanggaan saya membuncah, terlebih pengiring pada karnaval dengan mengkombinasikan musik tradisi memakai Saron dan thothe ditimpa dengan dentuman tifa dan drum menambah semarak suasana sore itu. Saya bagai melihat pawai-pawai di Brasil yang legendaris. Solo Batik Carnival sudah untuk kedua kalinya tampil di Solo dan selalu mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat maupun turis-turis yang datang ke Solo. Dua Jempol untuk Solo.

Setelah selesai, tiga provinsi mendapat penilaian sebagai peserta terbaik yakni Bali, Jawa Timur dan Sulawesi Barat. Solo tidak masuk dalam penilaian karena sebagai undangan.

Berbahagialah saya yang bisa menyaksikan Pawai yang begitu indah, terlebih saya bisa menyaksikan langsung di tribun yang berhadapan langsung dengan Pak SBY dan Pak Jusuf Kalla. (J)

Selasa, 25 Agustus 2009

Bandung – Pangandaran, Capek Tapi Menyenangkan


Jalan-jalan, siapa sih yang tidak suka! Terlebih bersama dengan rekan-rekan yang sudah bagaikan keluarga besar, tambah mengasyikkan lagi. Apa enaknya sih, berdiam diri di rumah! Disamping membosankan juga membuat kita malas berpikir. Dalam perjalanan ada banyak inspirasi yang bisa kita ambil, baik melalui alam yang kita lihat ataupun perbincangan dengan teman-teman.

Perjalanan ini bermula dari keinginan untuk rekreasi bersama-sama dengan rekan-rekan GSM, maka usulan saya lontarkan dan gayung pun bersambut. Mulailah kita mendata GSM yang akan ikut. Karena segala sesuatu di tanggung sendiri, maka guna meringankan beban ongkos agar tidak memberatkan, dimulailah menabung 50 ribu tiap bulan ke Mbak Yem yang murah senyum ini. Mbak Yem pulalah yang akhirnya menjadi bendaharanya.

Tak terasa sudah lima bulan. Berarti tabungan kita di mbak Yem baru terkumpul 250 ribu, yah lumayan. Rencananya kita pergi tanggal 18-20 Juli 2009. Awal juni kita mulai menghitung biaya-biaya antara lain: sewa mobil, sewa hotel dan makan sehari-hari. Dan mulailah kita berbagi tugas. Saya mencari sewaan mobil dan Eka mencari hotel. Ternyata mencari hotel di Pangandaran di saat-saat libur panjang susah sekali dan kebanyakan sudah penuh di pesan. Kalaupun dapat naiknya hampir seratus persen atau dua kali lipat. Akhirnya diputuskan untuk menginap di Bandung, menyewa sebuah Villa di Villa Istana Bunga, Lembang Bandung. Sewa mobil pun sudah didapat dengan memakai mobil Pak Yosef dan Puji Tuhan, Sambi mendapat mobil baru dari kantornya. Jadi sekalian mengetes mesin mobil dan menambah jam terbang Sambi mengendari mobil.

Hari-hari yang ditunggu pun tiba, rencana keberangkatan hampir saja di tunda karena ada Bom di Hotel Marriot dan Ritz Carlton. Untung kita saling menguatkan dan saling mendoakan dan menjauhkan diri dari ketakutan-ketakutan, karena kita percaya Tuhan menyertai kita, Amin. saya menjadi orang pertama yang datang di GKI Delima karena dah janjian sama Eka tuk makan dulu di Bakmi Lily yang terkenal itu. Menunggu lama ga datang-datang juga dan ga enak karena di gereja ada Doa Pagi, akhirnya saya putuskan untuk makan duluan. Setelah makan dan kembali ke gereja satu persatu rekan-rekan datang, Ci Pris, Pak Yosef, Eka, Sherry, Maria, Fariana, Sambi, dan selalu menjadi yang terakhir Mbak Yem.

Hari Sabtu, 18 Juli 2009, Pk. 08.00 kami pun berangkat tak lupa berdoa memohon pimpinan Tuhan. Ci Pris, Maryam, Fariana ikut di mobil Pak Yosef, sementara Eka, Sherry dan Maria di mobil Sambi. Perjalanan ke Bandung pun relatif lancar, tidak seperti yang ditakutkan. Sesampai di pintu tol Pasteur mobil langsung menuju ke Jl. Martadinata (Jl. Riau) tempat mangkalnya berbagai Factory Outlet (FO). Kalau dah dilepas di FO, udah deh pada lupa. Tak lupa cuci mata... he... di Renariti kami terbentur pada sosok gadis penjaga Kaos-kaos khas Bandung (semacam Dagadu), wajahnya ayu, rambut bak mayang terurai, tatapan tajam menghujam, senyumnya manis meruntuhkan pagar tembok he... dimulai melihat kaos, berbasa-basi bercanda, lalu berkenalan. Duaarrrr namanya Wulan, bagai rembulan yang bersinar terang di purnama malam... dan sohibku Eka selalu deh ngompori... di Renariti saya membeli kaos milik Wulan... upsh kaos yang di pajang dan di tunggui Wulan dan membeli kacamata yang ternyata di taksir juga sama Mbak Yem... wah ternyata punya insting memilih barang yang bagus juga nih walau harganya murah... dilanjutkan makan di daerah Jl. Riau dengan makan nasi dan ayam, cuma rasanya kurang enak.

Setelah puas, belanja dan kuliner kami langsung menuju ke Villa Istana Bunga, Lembang. Villa ini terletak tidak jauh dari Kampung Daun yang terkenal itu. Dalam perjalanan ke Villa kami disuguhi bentangan dedaunan hijau dan bunga-bunga yang bermekaran, beranekawarna menyejukkan mata. Tanaman hias, bunga, buah-buahan yang tanam di dalam pot banyak dijual di sepanjang jalan menuju Villa. Tak terasa mobil kami sudah memasuki gerbang Villa dan sampailah kami di Villa Husen tempat kami menginap. Villa ini dikelilingi oleh Villa-villa lain yang sangat indah dan di sewa juga oleh rombongan-rombongan lain. Sejauh mata memandang di depan kami disuguhi alam yang begitu hijau, jauh diatas sana bukit-bukit dan gunung-gunung saling menyapa dan memuji kemuliaan pencipta-Nya. Mentari tersenyum malu di balik pohon dan bukit-bukit. Dan kami pun ber foto memakan matahari, hasilnya bagus juga.

Setelah istirahat sejenak, membersihkan diri malam ini kami akan wisata kuliner yakni mencari sate kelinci, di jalan Lembang Km 13 kami menemukan warung sate kelinci pak Rusli, dan tak lupa ditemenin minuman khas Bandung, bandrek. Panas dan menyegarkan, Sate Kelinci buatan Pak Rusli ternyata enak juga, mak nyoss rasanya.

Malam yang dingin kami ngobrol-ngobrol sambil nonton teve, capek kami pun menuju kamar masing-masing dan terdengarlah paduan suara ngorok dari kamar sebelah.

Kira-kira jam 04.00 pagi kami semua sudah bangun, karena jam 05.00 kami harus berangkat ke Pangandaran. Duh GSM Delima ternyata komitmen untuk bangun paginya besar juga, perjuangan awal baru dimulai. Dari Bandung ke Pangandaran dibutuhkan waktu 6 jam perjalanan. Jika kami berangkat jam 05.00 pagi maka sampai di Pangandaran jam 11.00 siang. Tujuan kami adalah pantai Pangandaran dan yang utama adalah Green Canyon yang terkenal itu.

Kami berjalan beriringan dan ternyata benar jam 11.00 kami sudah memasuki daerah Pangandaran. Jarak dari Pangandaran ke Green Canyon yang terletak di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis, sekitar 30 km. Waktu tempuh dengan mobil kira-kira sekitar satu jam an jika tidak macet. Hati sudah berbunga-bunga bakal mencapai cita-cita yang selama ini ada dalam bayangan, Green Canyon kami dataaaangggg. Dan ketika memasuki tempat parkir di dekat dermaga kami disambut oleh kemacetan karena bus-bus pariwisata dan mobil-mobil yang bertumpuk. Dalam hati terpikir, wah pasti lama neh nanti ngantri perahunya, dan betapa kecewanya kami, ketika sampai di depan loket, karcis sudah habis... langsung lemes, ibarat perjalanan panjang menuju ke sorga ketika sampai di pintu sorga ternyata pintu sorga sudah ditutup... dan harus menunggu perjalanan lain lagi untuk mencapainya. Kegagalan ini sebagai pengalaman untuk perjalanan selanjutnya. Bagi teman-teman perjalanan ini mungkin yang terakhir, karena kapok dan tidak akan mengunjungi Green Canyon lagi. Tapi bagi saya rasa penasaran itu justru semakin membuncah, ibarat pendaki gunung sebelum mencapai puncak pantang surut ke belakang. Dan saya akan menaklukkan Green Canyon lain waktu. Akhirnya kami hanya mengekpresikan kekecewaan kami dengan berfoto di tepi sungai yang berwarna hijau, kami hanya bisa melihat green nya tidak melihat canyon nya.

Untuk mengobati rasa kecewa, kami memutuskan untuk ke Pantai Hiu yang terletak tidak jauh dari Pangandaran. Pantainya indah, biru dengan karang di tepian pantai. Di seberang nampak pulau Nusakambangan. Kami memuaskan diri dengan berfoto-foto menunjukkan ke narsisan kami. Karena keasyikan berfoto, makan siang kami jadi tertunda. Kami akhirnya makan siang dengan nasi goreng di Cimenyan. Nasi gorengnya enak juga.

Pulang ke Bandung nya menjadi perjalanan yang melelahkan karena macet di Nagrek. Kami sampai di Villa kira-kira jam setengah dua belas malam. Langsung tidur karena capek dan penatnya minta ampun. Hari terakhir di isi dengan belanja-belanja di FO dan oleh-oleh lagi dan lagi.... perjalanan yang melelahkan tapi menyenangkan juga. Ayo kawan-kawan kita jalan-jalan kemana lagi neh? (J)