Rabu, 30 Juni 2010

Amung Godhong

Amung Godhong, lah to aduh Gusti nganti muwun
Dene ngupados wohiro,
katemenan miwah tresno
Nanging kang pinanggyo
Amung godhong, amung godhong

(Cuma daun,aduh Tuhan sampai menangis
Ketika DIA mencari buah,
dari pohon yang dipelihara-Nya dengan Kasih
Tetapi yang dijumpai-Nya
Hanya daun, hanya daun)

Lagu pujian dari Gereja Kristen Jawa ini sungguh sangat membekas di hati saya. Betapa tidak, seringkali saya harus menangis jika mengumandangkan lagu tersebut. Lagunya lembut cenderung melankolis dan syairnya mengusik hati. Sebenarnya hanya sebuah lagu tentang pohon yang tumbuh dan dipelihara dengan kasih, namun sayang pohon yang diharapkan dapat memberikan buah ternyata ketika dicari oleh yang empunya tidak didapati satupun buah, yang didapati hanya daun, ya hanya daun.

Saya bukanlah ahli teologi, saya juga bukan ahli botani. Saya hanyalah orang awam yang ingin berbicara tentang lagu yang selalu mengusik hati saya. Bicara tentang pohon yang sering kita jumpai dimanapun kita berada.

Kenapa Tuhan menciptakan pohon? Di Kejadian 1 : 29 dikatakan “Lihatlah, aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji, itulah akan menjadi makananmu!” Jadi Tuhan menciptakan pohon-pohonan untuk memberikan makanan bagi kelangsungan hidup manusia ciptaanNya.

Jika kita mengamati pohon maka yang terbayang dalam hati kita adalah kesegaran. Kesegaran yang memberi kehidupan. Untuk itulah orang Jakarta selalu beramai-ramai ke puncak dan berani bermacet-macet ria hanya untuk mencari dan menghirup udara segar yang dihasilkan oleh hijaunya pepohonan. Bicara tentang pohon juga berbicara tentang keindahan, keindahan yang memberi nuansa warna yang berbeda, “lihatlah bunga bakung yang tidak memintal dan menenun .......... Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu bunga itu”.

Bicara pohon juga berarti bicara kelangsungan hidup manusia, coba tidak ada pohon di dunia ini, maka dunia akan terbakar oleh api dari sinar matahari, coba tidak ada pohon maka dunia akan tercemar zat-zat membahayakan dari setiap asap yang keluar dari kendaraan/pabrik, coba tidak ada pohon, manusia mau makan apa?

Apa sih yang dapat diharap kan manusia dari sebatang pohon? Pohon memberi kehidupan bagi manusia, karena setiap elemen dari pohon dapat dimanfaatkan oleh manusia : Akar dapat berfungsi sebagai obat, makanan, dan penahan dari abrasi laut mau pun longsornya tanah. Batang dijadikan sebagai kayu untuk perabotan rumah tangga dll, makanya batang dari pohon yang besar sangat memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Karena nilai ekonomis yang sangat tinggi inilah membuat manusia berlomba-lomba membabat hutan yang seharusnya menjadi penyangga bagi kehidupan mereka tanpa memikirkan dampaknya. Daun dapat dimanfaatkan sebagai makanan, atap rumah, obat dan yang memberi kesegaran jika panas terik mentari menyengat, sebatang pohon yang daunnya rimbun dan lebat akan memberi kesejukan dan kesegaran manusia yang bernaung dibawahnya.

Pohon biasanya terdiri dari akar, batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah. Diantara semua itu akar, batang dan daun menjadi elemen utama bagi kelangsungan kehidupan sebatang pohon. Akar berfungsi sebagai pencari makanan dan air, batang berfungsi sebagai penyangga dan penyalur makanan dari akar ke daun, sedangkan fungsi daun sendiri adalah tempat “memasak makanan” yang kembali akan disalurkan keseluruh elemen penting dari pohon tersebut.

Kembali ke lagu pujian diatas, kenapa Tuhan menangis justru ketika melihat pohon tidak berbuah? Agaknya penulis lagu tersebut di ilhami dari Firman Tuhan yang terdapat pada Matius 21 : 9 (lihat juga Markus 11:13) yang berbunyi “Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya kepada pohon itu: "Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!" Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu.” Firman tersebut tidak ada kata atau kalimat yang menunjukkan Tuhan menangis, tetapi kenapa justru penulis lagu tersebut secara sentimentil melukiskan Tuhan menangis?

Bukankah sebatang pohon telah memberikan segalanya buat manusia, memberi akarnya, memberi batangnya, memberi daunnya? Memberi carangnya?, memberi bunganya? Tidak cukupkah itu sebagai persembahan yang indah dimata Tuhan? Ternyata bagi Tuhan, itu semua tidak cukup. Tuhan menanam pohon tidak hanya untuk dilihat akarnya, batangnya, daunnya yang rimbun dan memberi keteduhan, bunganya yang elok dan rupawan. Pohon yang ditanam Tuhan diharapkan menghasilkan buah. “Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebang lah pohon ini! untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma.” (Lukas 13: 7)

Membicarakan buah akan jauh lebih menarik daripada membicarakan daun, akar maupun batang. Bukankah Hawa jatuh ke dalam dosa juga hanya karena mengambil dan memakan buah? “Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya.” (Lukas 6 : 43-44a).

Kalau kita amati kecenderungan gereja sekarang juga seperti perilaku sebuah pohon. Gereja memang berfungsi sebagai akar, dia mencari air dan makanan bagi Jemaat, ia memberi bekal-bekal pembinaan dan Firman Tuhan kepada JemaatNya, tapi sebenarnya gereja hanya melakukan rutinitas kerja yang penting ada pembinaan demikian pula Jemaat yang seharusnya menanggapi pembinaan-pembinaan yang diadakan namun nyatanya hanya pembinaan-pembinaan yang ada unsur fun nya saja yang diikuti. Gereja tidak berdiri pada akar yang kokoh yakni Firman Tuhan sehingga mudah ditumbangkan oleh angin-angin pencobaan. Tidak tumbuh di tepian air sehingga mudah mati dan kering.

Gereja juga seumpama Batang Pohon yang berfungsi menjadi penyalur makanan ke daun. Gereja seharusnya juga menjadi penyalur berkat bagi sesamanya tapi yang sering terjadi untuk menjadi penyalur gereja harus berdebat sana-sini untuk memutuskan penyaluran. Bukan kah sering kali dan sudah dibuktikan jika kita melayani dengan tanpa pamrih akan menjadi berkat buat sesama misal menolong korban banjir yang justru memberi kan nilai lebih buat gereja. Tapi jika gereja kehilangan spontanitas dalam menjadi penyalur berkat buat sesama, maka “Sebelum genap masanya, ajalnya akan sampai; dan rantingnyapun tidak akan menghijau. Ia seperti pohon anggur yang gugur buahnya dan seperti pohon zaitun yang jatuh bunga nya.”(Ayub 15:32-33)

Gereja juga ibarat daun yang memberi kesejukan dan kesegaran buat sesamanya. Daun berfungsi sebagai filter bagi dunia dengan menghirup zat-zat yang tidak berguna di udara, mengolahnya dan kemudian menyalurkan kembali berupa oksigen yang menyejukkan bagi dunia. Tapi seringkali justru gereja menjadi daun kering yang beterbangan ditiup angin tidak memberikan makna buat kehidupan dunia, ketika ada penggusuran, gereja diam, ketika ada pekerja yang di PHK gereja membisu, ketika korupsi merajalela gereja tidak bersuara. “Sebab kamu akan seperti pohon keramat yang daunnya layu, dan seperti kebun yang kekurangan air” (Yesaya 1 : 30). “Lihat, Tuhan, Tuhan semesta alam akan memotong dahan-dahan pohon dengan kekuatan yang me- nakutkan; yang tinggi-tinggi tumbuhnya akan ditebang, dan yang menjulang ke atas akan direndahkan.” (Yesaya 10 : 33)

Jika gereja dan kita selaku jemaat diumpamakan sebagai pohon, sebagai pohon apakah kita? Pohon yang hanya memberikan akarnya saja? Pohon yang memberi keteduhan? Atau pohon yang hanya menjadi hiasan rumah? Atau pohon yang hanya memberi manfaat sesaat seperti bunga di padang tersebut. Jika jawaban saudara adalah, ya? Maka bersiap-siaplah untuk ditebang sebab “Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik akan ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Lukas 3 : 9)

Jadi jelaslah sekarang jika Tuhan menangis, ketika melihat pohon-pohon yang ditanam dan dipeliharanya dengan kasih tidak berbuah. Jangankan berbuah, pohon yang ditanamnya pun tidak memiliki kualitas yang baik jadi untuk apa ia hidup dengan percuma di tanah ini, tebang dan buanglah ke dalam api kata Firman Tuhan.

Dan pohon yang seperti apa yang Tuhan kehendaki untuk hidup? “Yang daun-daunnya indah dan buahnya berlimpah-limpah dan padanya ada makanan bagi semua yang hidup, yang di bawahnya ada binatang-binatang di padang dan di dahan-dahannya bersarang burung burung di udara (Daniel 4:21) “Ia akan seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yesaya 17 : 8), “Ia menjadi pohon kehidupan buat orang yang memegangnya.... (Amsal 3 : 18). “ ...... yang daunnya tidak akan layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapatkan air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat” (Yesaya 47:12)

Yuk, kita hidup sebagai pohon yang senantiasa menghasilkan buah. Jangan membuat Tuhan menangis! Jika Tuhan datang, biarlah Tuhan melihat buah-buah yang segar yang dihasilkan oleh diri kita. Jangan sampai, mendapati tanamanNya yang di usahakan dengan kasih dan pengorbanan di kayu Salib eh... ternyata tidak berbuah yang ditemuiNya hanya daun ..... hanya daun ....... ya hanya daun! sedih.......... Amin (J)

Senin, 28 Juni 2010

Cie Wanted Posse menampilkan “Transe”

Le Printemps, Pesta seni musim semi atau Festival Seni Budaya Perancis ini menjadi ajang yang selalu ditunggu oleh penikmat seni di Indonesia. Dan untuk Tahun 2010 adalah penyelenggaraan yang ke-6 di Indonesia.

Festival diawali di Galeri Nasional melalui sebuah pameran bertajuk “Futurotextiles” menyajikan rahasia tekstil masa depan disertai dengan sebuah instalasi kuliner yang memukau. Acara dihadiri oleh penulis buku Tetralogi Laskar Pelangi, Edensor, Sang Pemimpi dan Maryamah Karpov, Andrea Hirata sebagai duta festival. Duta besar Perancis, Menteri Budaya dan Pariwisata Jero Wacik dan tamu undangan lainnya.

Seperti tahun-tahun yang lalu, Le Printemps menampilkan berbagai jenis seni yang ada, mulai dari seni lukis, fotografi, fashion show, musik pop hingga klasik, seni tari dan seni sirkus kontemporer bahkan seminar lingkungan hidup. Saya tak akan menulis seluruh kegiatan tersebut, yang akan saya tulis disini adalah kelompok tari Hip-hop Wanted Posse dengan koreografinya “Transe”. Yang dipertunjukkan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki pada tanggal 2 Juni 2010.

Berdiri di awal tahun 90-an grup ini mula-mula berkiprah dalam kompetisi kompetisi breakdance dan berhasil meraih berbagai penghargaan. Bahkan, pada tahun 2001, Wanted Posse menjadi grup asal Perancis pertama yang menyandang gelar juara dunia battle dalam “Battle Of The Year” di Jerman.

"Transe" adalah sebuah negara psychophysiological umum untuk semua budaya dan keyakinan (politeis, monoteis ataupun animisme), tarian ini adalah semacam tarian perjalanan di dunia yang tidak biasa, dunia yang paralel. Keadaan di perbatasan mimpi itu sepertinya kita kenal. Tetapi keadaan sadar yang diperlukan untuk mencapai ketakutan dalam sebuah perjalanan spiritual umumnya dicapai dengan menggunakan suara perkusi, atau dengan bantuan lagu-lagu oleh dukun, dan juga bisa oleh tarian.

Hanya seorang penari dalam keadaan tenang dan damai yang dapat mencapai ketakutan dan akhirnya menjalin kontak dengan yang tak kasat mata dan dunia spiritual, seperti halnya dukun, penyembuh dan jiwa-jiwa bebas lainnya. Wanted Posse ingin melewati batas dari hal-hal yang tak dikenal, tak nyata dan mistis ini, melalui keadaan takut yang beragam. Tapi perjalanan spiritual yang satu ini kembali tanpa ada yang cedera.

Tetapi penampilan grup ini dibandingkan dengan grup-grup hip hop yang dihadirkan tahun-tahun lalu agak kurang greget, penampilan mereka secara koreografi tidak menunjukkan sebagai sebuah grup juara. Tak ada sesuatu yang baru. Bahkan penampilannya cenderung membosankan. Hanya pada saat “Battle”- setelah mereka menyelesaikan koreografinya - jelas kelihatan, penampilan mereka lebih menarik dan menghibur . Penguasaan gerakan-gerakan yang sulit yang tidak terlihat saat mereka membawakan koreografi “Transe”, kini mereka pertontonkan saat battle. Apalagi penonton yang mulanya hanya menjadi penonton pasif ikut naik panggung beradu gerakan-gerakan hip hop dalam battle. Sesi ini malah jauh lebih menarik dan atraktif dibandingkan dengan pertunjukan mereka.

Seperti biasa pertunjukan ini dijubeli oleh banyak penonton penggemar fanatik Hip hop, tiket sudah soldout sejam sebelum pertunjukan. Terlambat sedikit, sayapun tak bakal kebagian kursi. (J)

God Is So Good, Let’s Taste It!

Konser Musik Amal yang diadakan oleh GKI Bekasi Timur ini sudah untuk ketiga kalinya diadakan, Konser pertama pada tahun 2005, kedua tahun 2007 dan yang ketiga tanggal 8 Mei 2010, dan hanya pada konser yang ketiga ini saya memiliki kesempatan untuk menyaksikannya.

Tujuan dari penyelenggaraan konser musik ini adalah menggalang dana untuk pengembangan dan perluasan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh GKI Bekasi Timur.

Konser dibuka dengan alunan sangat merdu dari Mawar Simorangkir yang membawakan lagu “Majesty”. Paduan Suara Anak “Angelicus” yang bersuara bak malaikat surgawi membawakan lagu-lagu daerah dengan sangat ceria diawali lagu dari Minangkabau Ba Din-din dengan gerakan tari saman Aceh, diikuti lagu Batak Sin sin si batu manikam dan lagu dari daerah Bali Warta Malaikat.

Pdt. Ferdy Suleeman, membawakan Firman Tuhan sesuai dengan Tema “God Is So Good – Let’s Taste It! yang terambil dari Mazmur 34:8, “Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu!”. Ternyata kebaikan Tuhan bukan saja dapat kita dengarkan lewat telinga, tetapi juga dapat kita lihat (dengan mata) dan cicipi (dengan lidah kita). Dengan kata lain, semua bentuk keindahan, kenikmatan, kemerduan, kelezatan adalah anugerah dari Tuhan yang dapat menyatakan kasih dan kebaikan-Nya kepada manusia.

PS Concilio, Band Pure, Henny Purwonegoro yang menjadi MC turut menyumbangkan tiga buah lagu rohani dari daerah Melayu, Betawi dan Jawa. Nah! Lagu Jawa ini bernuansa campursari sangat enak untuk dinikmati sambil menggoyang-goyangkan kaki dan kepala, syairnya mengajak kita untuk mewartakan Injil. “Wartakno yo ayo podho wartakno, Injile Gusti marang sakabehe bangsa, sing pracoyo mratobat ngabektio, Gusti Yesus mesti paring pangapuro. Konser ditutup dengan alunan sangat merdu dari Michael Idol, dan Rio Febrian. (J)