Kamis, 01 Maret 2012

Berburu Tukik dan Mantaray di Sangalaki Island

Pagi-pagi, pintu kamar sudah diketuk oleh Mas Bayu. Hari kedua di Derawan diawali dengan berburu matahari terbit. Tidak di dekat penginapan, melainkan di dermaga resort Kiani di ujung sana. Semua sudah berkumpul, kami berjalan beriringan.

Dari penginapan kami berjalan lurus lalu belok ke kanan, melewati beberapa toko souvenir dan homestay yang masih terlelap. Kami memasuki wilayah resort Kiani. Konon di resort inilah, dulu almarhum pak Harto menghabiskan masa liburnya. Pantas saja Derawan sudah tertata rapi fasilitas-fasilitas pendukung wisatanya. Setelah melewati hotel, kami melewati Derawan Dive Resort yang hanya boleh dilewati oleh tamu-tamu resort, tempatnya sangat eksklusif. Lampu-lampu resort masih menyala, sinarnya membias di perairan di bawahnya membuat indah pemandangan pagi.

Kami berjalan menyusuri pantai berpasir putih dan tibalah kami di dermaga Kiani Resort yang terbuat dari kayu yang memanjang kira-kira tiga ratusan meter dari tepi pantai. Airnya hijau tosca dan bening. Dari dermaga kami melihat beberapa penyu berenang di air. Hebat, penyu-penyu itu mengawali pagi dengan berolahraga di air, begitu riangnya, seolah-olah mengejek kami yang belum mandi dan jarang berolahraga.

Nada-nadanya kami tidak akan melihat senyum mentari pagi. Karena sang awan bergerombol menghalangi cakrawala di ufuk timur. Di sebelah kanan di ujung cakrawala sana awan begitu tebal bahkan terlihat seperti hujan. Benar saja setelah menunggu lebih dari sejam mentari tak juga menampakkan batang hidungnya. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke penginapan.

Setelah mandi, kami memakai kaos hitam, seragam yang dibagikan kemarin malam. Kami menuju ruang makan untuk sarapan. Wajah-wajah ceria terlihat dari wajah para peserta. Selesai makan, kami berfoto bersama-sama di dermaga. Yang cewek-cewek berfoto silih berganti di atas speedboat dengan gaya seolah-olah cewek Jamesbond.

Speedboat pun berangkat, dengan pancuran air memancar di belakang. Pulau pertama yang akan kami kunjungi adalah Pulau Sangalaki. Di atas boat kami saling meledek, wah di pulau nanti ada sembilan laki-laki tampan tuh. Dibagi buat yang masih single ya, dibagi rata (kue kali). Yang cewek tersenyum senyum dan tersipu malu. Malu-malu mau. Arti Sanga menurut bahasa jawa adalah sembilan. Tapi kata Sangalaki ternyata memiliki arti “Sang Lelaki” atau “Anak Laki” bukan sembilan laki-laki. Busyet deh, anak lakinya saja dikasih dan diwarisi satu pulau. Alangkah kaya mak dan bapaknya sang lelaki itu.

Dibutuhkan waktu kurang lebih empat puluh lima menit untuk mencapai Sangalaki dari Derawan. Boat mendekati pantai Sangalaki yang berpasir putih dan perairannya yang hijau tosca. Satu yang menjadi kebiasaan peserta tour adalah narsis dulu, acara belakangan. Begitu menginjakkan kaki di Sangalaki hal pertama yang dilakukan adalah membuka kamera, minta teman untuk menjepret dengan segala macam gaya. Trend atau icon dalam setiap tour adalah foto loncat. Entah sendiri atau bersama-sama. Satu... dua... tiiiigggaaa... dan meloncatlah semua peserta. Hasilnya lucu-lucu karena meloncat dan mendaratnya tidak sama. Ah ... ga’apa-apa yang penting sudah loncat.

Kami juga berfoto dengan gaya memamerkan logo dengan tulisan “Wonderful Indonesia” yang tertulis di belakang kaos hitam kami. sebagian besar pasti tidak tahu maknanya. Penasaran saya mencoba mencari dan mendapatkan makna dari logo tersebut

Makna Logo Wonderful Indonesia
1.Bentuk logo mengambil konsep Garuda Pancasila sebagai dasar negara, tetapi dengan pengolahan yang modern.
2.Lima sila digambarkan berupa 5 garis warna yang berbeda dan merupakan simbol diversity Indonesia yang penuh dengan keanekaragaman
3.Logo diolah menjadi bentuk dan warna yang dinamis sebagai perwujudan dari dinamika Indonesia yang sedang berkembang.
4.Jenis huruf dari logo diambil dari elemen otentik Indonesia yang disempurnakan dengan sentuhan modern.

Lima Kriteria Wonderful Indonesia
1.Wonderful Nature
2.Wonderful Culture
3.Wonderful People
4.Wonderful Food
5.Wonderful Value of Money

Nah sudah jelaskan! Jadi nanti kalau ditanya bisa menjelaskan makna logo Wonderful Indonesia kepada siapa saja yang bertanya kepada Anda!.

Pulau Sangalaki memiliki luas 280 hektar dan merupakan taman konservasi dan taman wisata laut yang dikelola oleh pemda Berau.

Kami menyusuri jalan setapak dan melewati beberapa rumah. Entah rumah penduduk atau rumah peneliti penyu. Ketika sampai di belakang sebuah rumah, kami menemukan anak Penyu atau Tukik sedang berlarian sendirian dengan riangnya tanpa mempedulikan kami. Langkahnya terhenti karena salah satu dari kami menangkapnya dan dengan refleks kaki-kaki mungil tersebut meronta-ronta. Ih... lucunya. Kami membawa tukik bertemu dan berkumpul kembali dengan teman-teman mungilnya yang diletakkan di dalam ember. Dan mengajaknya untuk sedikit narsis di depan kamera. Bagai artis yang sedang tenar, satu per satu dari kami mengajaknya berfoto.

Rumah dimana tukik tersebut ditetaskan ternyata “Stasiun Monitoring Penelitian Penyu” yang dibiayai oleh Republik Federal Jerman bekerjasama dengan pemda Berau, WWF, BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam), Turtle Foundation dan Kehati. Pemda dan LSM bekerjasama menyelamatkan penyu, tetapi penduduk justru menangkap dan mungkin membunuhnya untuk dijadikan cincin atau gelang. Dan kita para wisatawan yang baru saja bercanda-canda dengan Penyu “unyu-unyu” tersebut, justru membeli aksesoris yang dibuat dari cangkang penyu. Sungguh ironis!

Manusialah predator yang membuat penyu mengalami kepunahan. Dan kita wisatawan dengan membeli aksesoris berupa gelang dan cincin dari cangkang penyu semakin mempercepat kepunahannya. Pantes, penyu yang ditampung di jaring di penginapan raib entah kemana. Tidak mungkin dilepaskan, pasti dagingnya dibuat santapan dan cangkangnya dibuat aksesoris. Sungguh malang nasibmu penyuku. Ihik.. ihik.. ihik... dan teman-teman kami justru bangga memakai aksesoris tersebut dan menjadikannya sebagai oleh-oleh untuk teman-temannya. Padahal keberadaan penyu adalah aset wisata yang menarik dan justru dicari-cari oleh para wisatawan. Mereka seolah-olah memberimu makan daun pisang padahal mereka sedang memasang perangkap untuk menangkapmu.

Keasyikan bermain di Sangalaki, tiba-tiba satu crew kapal lain memberitahukan bahwa dia melihat gerombolan mantaray (ikan pari), saat kapal mereka sedang menuju ke Sangalaki. Kami yang sedang asyik berfoto di kayu besar di tepi pantai langsung bergerak naik ke boat. Perairan di Sangalaki memang merupakan habitat Manta. Manta biasa berparade di perairan sebelah utara pulau Sangalaki. Enaknya berwisata di Derawan adalah pulau-pulau dan perairan di sekitarnya sudah dipetakan. Kemana harus berburu mencari Manta dan kemana harus berburu penyu.

Kapal bergerak sangat cepat ke perairan di sebelah utara pulau sangalaki, dan benar saja tidak berapa lama kami melihat pergerakan Manta. Siripnya keluar seperti ikan hiu. Ini Manta apa ikan hiu ya? Jadi takut! kami memang tidak dipersiapkan untuk terjun ke laut berburu Manta. Mas Bayu mewakili terjun ke laut. Kami yang di atas kapal menunggu dengan berdebar. Takut mas Bayu kalah dalam pertarungan melawan Manta. Detik demi detik, kami menunggu mas Bayu muncul. Tetapi tidak muncul-muncul juga... akhirnya Mas Bayu muncul dengan senyum melebar, seperti prajurit yang menang perang. “asyik... saya bisa bertemu muka dengan muka dua ekor Manta yang sedang berenang beriringan.” Kami penasaran ingin melihat hasil jepretan mas Bayu. Loh tapi kok yang di foto cuma satu mas, Manta nya? Ya iyalah... kan Manta ga punya tangan, coba kalau punya tangan pasti mereka akan bergandengan tangan waktu di foto! (J/Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar