Senin, 12 April 2010

Nonton Wayang “Lahirnya Wisanggeni” di Jakarta

Nonton wayang dulu menjadi tontonan wajib setiap pitulasan (17 Agustus). Sebelum ada hiburan televisi, internet dan hiburan-hiburan multimedia yang bisa di akses dengan mudahnya sekarang ini, wayang menjadi satu-satunya hiburan yang di tunggu-tunggu di lingkungan kami setiap tahunnya, karena memang tidak ada alternatif hiburan lain. Sekarang Wayang sangat jarang dimainkan karena dibutuhkan biaya yang besar untuk menyelenggarakan hajatan tersebut.

Kebetulan di Jakarta pada tanggal 3 April 2010, Keluarga Bakrie menikahkan anaknya Ardie dengan Nia Ramadhani, mengadakan pesta rakyat dengan menggelar wayang kulit semalam suntuk di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Mengambil lakon “Wisanggeni Lahir” dengan dalang Ki Anom Suroto. Tokoh wisanggeni adalah tokoh yang paling saya suka, karena di samping sakti, wisanggeni adalah gambaran tokoh yang tanpa tedeng aling-aling dalam membela kebenaran – katakan ya diatas yang ya dan tidak diatas yang tidak – siapapun yang salah harus dihukum, tidak terkecuali para dewa jika salah ya harus dihukum dan diperangi, sebaliknya siapapun yang benar harus dibela mati-matian.

Wayang dibuka dengan adegan di Kahyangan Joggreng Saloka tempat bersemayam para Dewa. Batara Guru, raja para dewa dihadapkan oleh rengekan Dewi Durga yang menyampaikan keinginan anaknya, Dewasrani untuk memperistri Dresanala, anak Batara Brahma (Dewa Api). Padahal Dresanala sudah diperistri oleh Arjuna. Karena didesak terus oleh dewi Durga, Batara Guru tidak dapat mengelak, dan memerintahkah Batara Brahma untuk memisahkan jalinan kasih antara Arjuna dan Dresanala. Melihat keputusan Batara Guru yang semena-mena, Batara Narada selaku penasehat Batara Guru marah dan mengundurkan diri sebagai penasehat, dan lebih memilih untuk membela Arjuna.

Adegan berganti dengan kemunculan abdi dalem Cangik yang kurus berbanding terbalik dengan anaknya Limbuk yang gemuk (waktu kecil sering menjadi bahan ejekan jika melihat wanita yang kurus kering dengan julukan cangik dan sebaliknya jika gemuk mendapat julukan limbuk). Malam itu cangik dan Limbuk menasihati kedua pengantin baru yang turut hadir bersama orangtuanya Bakrie dan petinggi-petinggi salah satu partai, dengan nasihat-nasihat perkawinan. Kehadiran Pak Gareng – pelawak dari Semarang – yang lucunya minta ampun dapat mengurangi rasa kantuk.

Peperangan para bala tentara Dewasrani dengan para pahlawan Pandawa yang diwakili oleh Hanoman dan Gatotkaca tak terhindarkan. Di sini Ki Anom Suroto digantikan oleh anaknya Bayu Aji, yang memang sangat mumpuni dalam memainkan wayang (seperti Ki Manteb Sudarsono). Adegan perangnya sangat indah, seru dan disana sini diselingi oleh adegan-adegan yang lucu.

Brahma yang mendapat mandat untuk memisahkan anaknya Dresanala dari Arjuna, menyindir Arjuna yang telah lama meninggalkan kerajaan Amarta. Bukan seorang Ksatria jika meninggalkan terlalu lama kerajaannya demi mengurusi urusan sendiri.Arjuna pun tersindir dan tinggal gelanggang colong playu (lari terbirit-birit tanpa berpamitan), Arjuna tidak menyadari bahwa itulah yang diingini Batara Brahma untuk memisahkan dari Anaknya. Setelah Arjuna pergi, Brahma pun menghajar Dresanala yang ternyata sudah mengandung 7 bulan buah cintanya dengan Arjuna. Brahma marah dan memaksa Dresanala untuk menuruti keinginan Batara Guru untuk dinikahkan dengan Dewasrani. Dresanala memohon dengan berurai air mata karena tidak mencintai Dewasrani.Karena tidak menurut Brama menghajar anaknya tersebut.

Malang tak dapat ditolak, Dresanala melahirkan secara prematur - sebelum waktunya. Brahma membawa bayi prematur yang adalah cucunya sendiri tersebut ke dalam kawah Candradimuka. Karena dianggap akan mengotori kahyangan Jonggring Saloka. Dengan tujuan agar anak tersebut mati terpanggang oleh api.

Narada diam-diam mengawasi semua kejadian dan membantu bayi Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni, yang bermakna "racun api".
Atas petunjuk Narada, Wisanggeni pun membuat ontran-ontran (keributan) di kahyangan Jonggring Saloka. Tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkan kesaktian Wisanggeni. Batara Guru dan Batara Brahma akhirnya bertobat dan mengaku salah.

Ending dari cerita apik ini adalah Narada kembali bertugas di kahyangan. Wisanggeni bisa bertemu dengan Arjuna, ayahnya dan berkumpul kembali dengan Dresanala yang berhasil direbut dari Dewasrani melalui pertarungan yang seru. (J)

1 komentar:

  1. Bawa Sarung ketiduran di parit...,dikencingi penonton yang lain...wah...asik Lik....

    BalasHapus