Jumat, 08 Mei 2009

Berhentilah Berbicara dan Mulailah Menulis


"Apa yang tidak kugoreskan di atas
kertas akan terhapus oleh waktu"

Manusia cenderung lebih pandai untuk berbicara daripada menulis. Ya, manusia memang belajar lebih dulu berbicara daripada menulis. Alangkah senangnya ketika melihat bayi yang tidak bisa berbicara lalu mulai belajar berbicara. Satu kata saja sudah membuat yang mendengarnya bahagia. Sedangkan belajar menulis dan mengenal huruf baru dilakukan seorang anak ketika masuk kelas TK atau SD.

Lalu kenapa kita disuruh berhenti berbicara? Isabel Allende berkata “karena apa yang tidak kugoreskan di atas kertas, akan terhapus oleh waktu.” Allah sendiri di Perjanjian Lama menyampaikan Firman-Nya melalui perantaraan para Nabi atau berbicara langsung dengan para utusan-Nya atau melalui mimpi. Tapi saat harus menyampaikan hal yang penting kepada bangsa Israel. Allah harus menulis. Loh kapan Allah menulis? Seperti apa tulisan Allah itu? Allah sadar bahwa jika disampaikan dengan perkataan saja bangsa Israel akan mengabaikan dan segera melupakan. Allah sadar hanya dengan tulisan perkataan-Nya akan bisa diingat dan tidak akan mudah dilupakan. Allah menulis sewaktu menyampaikan “Sepuluh Perintah Allah” kepada bangsa Israel. Allah menulis di dua loh batu. Jarang sekali Allah menulis langsung perintah-Nya. Tentu dengan ditulis perintah tersebut akan dibaca berulang-ulang oleh bangsa Israel dan tidak akan mudah dilupakan. Bukankah kita lebih mudah tersentuh membaca tulisan daripada mendengar perkataan seseorang. Mendengar kotbah langsung akan menyentuh pada saat itu saja. Tapi membaca tulisan, jika menarik akan kita baca berulang-ulang dan membekas di pikiran.

Tuhan Yesus melakukan hal yang sama ketika melihat seorang wanita kedapatan berzinah dibawa oleh ahli Taurat untuk dihukum rajam. “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” Biasanya jika menghadapi ahli-ahli Taurat Yesus selalu bicara berapi-api, mengkritik kebiasaan-kebiasaan ahli-ahli Taurat yang munafik dengan bahasa lisan. Kali ini untuk menghadapinya Yesus menggunakan bahasa tulisan. Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Hasilnya efektif ahli Taurat itu pergi satu persatu dengan menunduk penuh malu.

Rasul Paulus juga sadar, waktu untuk berkotbah dan menggembalakan umat-Nya tidak akan mencukupi jika dia hanya mondar-mandir dari satu tempat ke tempat lain dengan berbicara. Maka tradisi menulis surat menjadi kebiasaan nya. Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, Surat Paulus kepada Jemaat di Korintus dan seterusnya. Dengan ditulis sampai sekarang pun kita bisa membaca Alkitab dan Firman Tuhan dengan tidak jemu-jemunya. Coba kalau setiap kali Allah memperingatkan manusia dengan berbicara terus-menerus. Pasti perkataan Allah akan segera dilupakan. Jadi berhentilah berbicara dan mulailah menulis.

Apa sih keuntungan dari menulis? Waduh banyak sekali, sekarang ini rasanya lagi trend penulis menjadi terkenal. Coba siapa yang tidak kenal Arswendo yang selalu menulis dimanapun dia berada, bahkan di penjara pun tradisi menulis tidak pernah dia lupakan. Siapa yang tidak kenal Habiburrahman El Shirazy yang buku novelnya “Ayat-ayat Cinta” menjadi best seller di Indonesia. Andrea Hirata tak dikenal sebelumnya, tak pernah menulis sepotong pun cerpen, tiba-tiba muncul langsung menulis “Tetralogi”: Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov. Buku Harry Potter karya JK Rowling kehadirannya selalu ditunggu oleh penggemarnya, bahkan saat peluncuran setiap episode pembacanya rela mengantri panjang untuk mendapatkan bukunya. Siapa tidak kenal buku fenomenal Da Vinci Code karya Dan Brown. Bukankah Da Vinci Code bahkan menjadi pembicaraan dan meramaikan seminar-seminar di gereja sehingga buku ini pun laris manis di pasaran. Walau tulisan tersebut fiksi tapi dianggap ilmiah bagi sebagian orang. Tulisan karya James D. Tabor perihal “The Jesus Dynasty” bahkan membuat iman Kristiani kita “goyang”. Itulah kekuatan sebuah tulisan bisa mempengaruhi pembacanya. Bisa mem-buat seorang menangis, bisa membuat seorang marah, tersadar dari perbuatan keliru/salahnya, bisa membuat kita yang membacanya terkagum-kagum pada penulisnya. Dan bisa membuat seorang diperkuat bahkan digoyangkan imannya.

Kenapa tradisi menulis itu menjadi sesuatu yang mahal dan susah dilakukan? Mungkin hal itu disebabkan oleh sistem pendidikan nasional yang lebih menekankan pada hasil dari hafalan. Hal ini tampak pada saat guru memberi ujian (ulangan), soal-soal yang diberikan lebih banyak porsinya untuk hafalan, hanya sedikit untuk mengarang (menulis).

Melalui tulisan, cara berfikir atau penalaran seseorang dapat terlihat dan terdokumentasi. Ilmu pengetahuan yang kita pelajari saat ini tampaknya mustahil dapat dipelajari bila tak terdokumentasi melalui tulisan. Firman Tuhan dalam Alkitab mustahil dapat kita pelajari jika tidak ditulis dan didokumentasikan ke dalam bentuk tulisan. Bagaimana jika para murid Tuhan Yesus tidak mendokumentasikan perkataan Yesus ke dalam bentuk tulisan. Mungkin kita tak akan percaya lagi dengan perkataan orang tentang Jalan Keselamatan. Tentang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya.

Menulis pada hakekatnya adalah bentuk rasa syukur kita pada Tuhan, salah satu bentuk pengabdian dan pelayanan kita kepada Tuhan. Menulis sejajar dengan berlatih Paduan Suara, berlatih Teater, berlatih musik. Menulis sejajar dengan talenta-talenta lain yang kita miliki. Jika kita sudah pandai bermain musik, sudah pandai berkotbah, sudah pandai bernyanyi dengan baik, sudah pandai memimpin pujian, sudah pandai mengajar. Mari kita lengkapi talenta kita dengan menulis, kita dokumentasikan kegiatan kita ke dalam bentuk tulisan. Sebab apa yang tidak kugoreskan di atas kertas akan terhapus oleh waktu. (J)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar